Sedotan, Populer Karena Praktis
Bentuknya
bulat memanjang, banyak ditemui di warung makan dan kafe. Sedotan
namanya. Benda sepele itu membuat penemunya kaya raya. Sedotan Kaca di Jakarta
Memang
asyik nyeruput minuman dingin menggunakan sedotan. Slrup…, segarnya
sampai tenggorakan. Coba kamu perhatikan, sedotan ada di mana-mana. Yang
masih baru tertata rapi di warung-warung dan toko plastik. Yang kotor
berserakan di trotoar, lapangan bekas pertunjukkan musik, tempat sampah,
dan kardus pemulung.
Tanpa disadari, sedotan merupakan piranti yang akrab dengan keseharian kita. Benda ini populer karena murah dan praktis.
Di
warung makan, gelas digunakan bergantian oleh pengunjung. Meski telah
dicuci, kebanyakan orang kurang nyaman menggunakan bekas orang lain.
Sebagai alternatif digunakan sedotan. Dijamin bersih, sekali pakai
langsung buang.
Apalagi jika minum dari botol, terkesan kurang
sopan jika ditenggak. Untung ada sedotan sebagai alternatif. Ingin minum
soda? Biasanya gelembung gas terkumpul di permukaan. Agar tak terminum,
gunakan sedotan untuk menyedot air di bagian bawah.
Sedotan Kesehatan
Sebelum
sedotan buatan ditemukan, orang menggunakan batang pohon gandum untuk
menyedot minuman. Anak-anak di Indonesia mungkin menggunakan batang
padi. Tahun 1880-an, seorang pemilik pabrik kertas rokok di Amerika
Serikat bernama Marvin C Stone membuat sedotan yang pertama. Selembar
kertas digulung pada sepotong pensil, kemudian dilem. Sayang belum bisa
digunakan karena basah bila terkena air.
Dia kemudian menggunakan
kertas manila yang dilapisi lilin sehingga tahan air. Stone memang jeli
membidik peluang. Dia meneliti ukuran ideal sebuah sedotan. Menurutnya,
sebaiknya panjang sedotan sekitar 21,25 cm menyesuaikan jarak meja
dengan bibir. Adapun diameter lubang lebih kecil dari biji lemon. Ini
untuk menghindari biji jeruk turut terisap dari minuman.
Temuan
sepele ini memperoleh paten pada 3 Januari 1888. Stone banting stir,
mengubah pabrik kertas rokok miliknya menjadi pabrik sedotan. Tak lama
kemudian dia berhasil menciptakan mesin otomatis, sedotan tak lagi
buatan tangan. Dengan produksi massal, dia memperoleh keuntungan besar. Sedotan Kaca Murah
Kini
penggunaan sedotan semakin luas. Bentuk dan modelnya beragam, termasuk
yang bisa dibengkokkan. Dokter dan laboran menggunakan sedotan kaca
untuk mengambil obat agar tak terkontaminasi tangan dan udara kotor.
Tahun
2006 ilmuwan Denmark bernama Torben Vestergaard Frandsen menciptakan
apa yang disebut dengan lifestraw (sedotan kesehatan). Bentuknya sama,
namun di bagian tengah dibuat mblenduk. Bagian itu berisi saringan,
iodium, dan karbon aktif. Meski yang disedot air kotor, setelah melewati
penyaring menjadi bersih dan bebas bakteri. Konon aman untuk minum dari
air sungai yang kotor.
Sedotan kesehatan dijual 3,5 dolar
(sekitar 32 ribu rupiah) perbiji. Mahal juga ya? Namun bisa digunakan
berulang-ulang hingga kapasitas 700 liter atau masa pakai enam bulan
hingga setahun.
Saat ini sedotan menghadapi isu lingkungan.
Masyarakat modern cenderung menghindari perkakas plastik karena
merupakan partikel nonreversible (tak bisa diurai) sehingga mencemari
lingkungan. Para pengguna juga khawatir, bahan plastik yang bermutu
rendah membahayakan kesehatan. Terutama saat digunakan pada air panas,
zat-zat beracun larut kemudian terminum. Dampaknya adalah penyakit
kanker yang mematikan.
Bentuknya
bulat memanjang, banyak ditemui di warung makan dan kafe. Sedotan
namanya. Benda sepele itu membuat penemunya kaya raya. Sedotan Kaca di Jakarta
Memang
asyik nyeruput minuman dingin menggunakan sedotan. Slrup…, segarnya
sampai tenggorakan. Coba kamu perhatikan, sedotan ada di mana-mana. Yang
masih baru tertata rapi di warung-warung dan toko plastik. Yang kotor
berserakan di trotoar, lapangan bekas pertunjukkan musik, tempat sampah,
dan kardus pemulung.
Tanpa disadari, sedotan merupakan piranti yang akrab dengan keseharian kita. Benda ini populer karena murah dan praktis.
Di
warung makan, gelas digunakan bergantian oleh pengunjung. Meski telah
dicuci, kebanyakan orang kurang nyaman menggunakan bekas orang lain.
Sebagai alternatif digunakan sedotan. Dijamin bersih, sekali pakai
langsung buang.
Apalagi jika minum dari botol, terkesan kurang
sopan jika ditenggak. Untung ada sedotan sebagai alternatif. Ingin minum
soda? Biasanya gelembung gas terkumpul di permukaan. Agar tak terminum,
gunakan sedotan untuk menyedot air di bagian bawah.
Sedotan Kesehatan
Sebelum
sedotan buatan ditemukan, orang menggunakan batang pohon gandum untuk
menyedot minuman. Anak-anak di Indonesia mungkin menggunakan batang
padi. Tahun 1880-an, seorang pemilik pabrik kertas rokok di Amerika
Serikat bernama Marvin C Stone membuat sedotan yang pertama. Selembar
kertas digulung pada sepotong pensil, kemudian dilem. Sayang belum bisa
digunakan karena basah bila terkena air.
Dia kemudian menggunakan
kertas manila yang dilapisi lilin sehingga tahan air. Stone memang jeli
membidik peluang. Dia meneliti ukuran ideal sebuah sedotan. Menurutnya,
sebaiknya panjang sedotan sekitar 21,25 cm menyesuaikan jarak meja
dengan bibir. Adapun diameter lubang lebih kecil dari biji lemon. Ini
untuk menghindari biji jeruk turut terisap dari minuman.
Temuan
sepele ini memperoleh paten pada 3 Januari 1888. Stone banting stir,
mengubah pabrik kertas rokok miliknya menjadi pabrik sedotan. Tak lama
kemudian dia berhasil menciptakan mesin otomatis, sedotan tak lagi
buatan tangan. Dengan produksi massal, dia memperoleh keuntungan besar. Sedotan Kaca Murah
Kini
penggunaan sedotan semakin luas. Bentuk dan modelnya beragam, termasuk
yang bisa dibengkokkan. Dokter dan laboran menggunakan sedotan kaca
untuk mengambil obat agar tak terkontaminasi tangan dan udara kotor.
Tahun
2006 ilmuwan Denmark bernama Torben Vestergaard Frandsen menciptakan
apa yang disebut dengan lifestraw (sedotan kesehatan). Bentuknya sama,
namun di bagian tengah dibuat mblenduk. Bagian itu berisi saringan,
iodium, dan karbon aktif. Meski yang disedot air kotor, setelah melewati
penyaring menjadi bersih dan bebas bakteri. Konon aman untuk minum dari
air sungai yang kotor.
Sedotan kesehatan dijual 3,5 dolar
(sekitar 32 ribu rupiah) perbiji. Mahal juga ya? Namun bisa digunakan
berulang-ulang hingga kapasitas 700 liter atau masa pakai enam bulan
hingga setahun.
Saat ini sedotan menghadapi isu lingkungan.
Masyarakat modern cenderung menghindari perkakas plastik karena
merupakan partikel nonreversible (tak bisa diurai) sehingga mencemari
lingkungan. Para pengguna juga khawatir, bahan plastik yang bermutu
rendah membahayakan kesehatan. Terutama saat digunakan pada air panas,
zat-zat beracun larut kemudian terminum. Dampaknya adalah penyakit
kanker yang mematikan.